Suara Merdu Syi'ir Tanpo Wathon Jelang Maghrib Milik Siapa?
Sidoarjo (beritajatim.com) - Banyak
masyarakat awam (umum) yang bertanya dan menebak soal 'syi'ir tanpo
wathon' yang biasa kita dengar di berbagai pelosok, mulai masjid, surau,
musholla dan majlis pengajian lain, yang melantunkan suaranya mirip
dengan Al Maghfurlah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Banyak orang
yang meyakini kalau suara merdu dengan ciri khas suaranya ada serak
itu, Gus Dur. Tidak sedikit pula yang menyatakan kalau itu suara KH
Nizam As Shofa pemangku Pondok Pesantren Ahlus Shofa wal Wafa Wonoayu
Sidoarjo. Mana yang benar, Wallahu a'lam bisshowab.
Di dunia
maya, syiir tanpa wathon ini juga menjadi buruan Gusdurians (sebutan
pengidola Gus Dur). Di situs Youtube, yang diunggah berbagai versi,
pengunjungnya mencapai puluhan ribu. Begitu juga di situs 4shared, syiir
ini juga diunduh ribuan orang.
Transfer melalui ponsel, juga
demikian. Hampir banyak orang yang kagum dan ingin memiliki lantunan
syiiran itu via bluetooth karena kagum dengan bapak pluralis yang sudah
wafat itu.
Ada juga yang menyebut, bahwa syi'ir tanpo wathon
bukanlah ciptaan Gus Dur. Gus Dur hanya menyumbang dua bait istighfar
(minta ampunan) pada 'syi’ir tanpo wathon', yakni, astagfirullah robbal
baro-ya. Astagfirullah minal khoto-ya. Robbii zidni 'ilman na-fi'a,
wawa-fiqnii, 'amalan sho-licha. Dan satunya shalawat nabi yang berbunyi,
Ya Rosulalloh salammun'alaik, Ya Rofi 'asa- niwadda-rooji.
'athfatayya-jii rotal 'a-lami. Ya uhai laljuu diwalkaroomi. Dua bait
itulah yang dilantunkan Gus Dur.
Ada pula kalangan yang menyebut
kalau bait lainnya itu karya Gus Nizam- sapaan akrap KH Nizam As
Shofa.Disebut pula syi'ir itu sudah ada sejak 2004 yang dulu banyak
dikumandangkan para jamaah jelang bubaran majlis ta'lim dahulu kala.
Dalam
dunia maya atau internet, polemik juga terjadi. Di sebutkan bahwa
syi'ir tanpa wathon itu ini dilantunkan Gus Dur saat masih berusia muda.
Bahkan, ada orang yang dekat keluarga Gus Dur melakukan klarifikasi
kepada ahli waris Gus Dur. “Keluarga beliau membenarkan bahwa itu adalah
suara Gus Dur saat masih muda, sekitar tahun 1990-an,” tulis seseorang
yang memakai nama ardwall99, dalam komentar di situs youtube.
Soal
gubahan, hampir tak terjadi polemik, karena syi'ir ini ternyata sudah
ada sejak lama sekali. Jadi, bisa dikatakan pengarang syiir ini sulit
dilacak. Ada komentar lain yang menyatakan, bahwa syiir ini sudah ada
sejak era orde lama. “Yang jelas, zaman mbah kulo tasih gesang syi'iran
niku mpun wonten lan dilantunaken kalean poro pengikut NU (Ketika kakaek
saya masih hidup, syi'iran ini sudah ada dan dilantunkan oleh para
pengikut NU,red),” tulis Amir, satu bulan lalu, di situs Ponpes
Pondok Pesantren Ahlus Shofa wal Wafa.
Pengagum
syi'ir lain juga meyakini bahwa itu suara Gus Nizam, yang mana itu
dikumandangkan selalu menjadi penutup pengajian Kitab Tasawuf Jami'ul
Ushul Fil Awliya' Ponpes Ahlus Shofa wal Wafa', Wonoayu Sidoarjo.
“Memang benar, syiir selalu dibacakan bersama murid atau santri di
setiap akhir pengajian. Saya bukan murid Gus Nizam, tapi punya CD
pengajiannya lengkap. Pernah beberapa kali merekam live waktu pengajian
juga. Namun, siapa pengarang asli syi'ir ini, Wallahu a'lam.
Bisa jadi pengarangnya memang Gus Dur,” tulis seseorang bernama belitoyota.
Satu
lagi komentar datang dari mantan anggota sebuah padepokan di Mojokerto
yang menyebut dirinya thumbenae. Tulis thumbenae bahwa pengarang aslinya
adalah orang Mojokerto. “Dulu setiap hari Sabtu malam ada pengajian
tasyawwuf rutin di padepokanku, dan disiarkan secara live oleh radio.
Sayangnya, sekarang pengajian itu sudah tak ada lagi. Tapi saya masih
punya banyak rekaman pengajiannya. Jika ingin ketemu wujud pengarang
syi'ir, saya bisa antarkan untuk silaturahim,” tulis thumbenae.
Banyak
juga yang mengaku senang dengan membuminya syi’iran yang mempunyai
makna sangan mendalam itu. Karena syi'iran itu bukan tenggelam, malah
kian meluas dan banyak yang mengagumi. Kini, lantunan syi'iran itu kerap
diputar di masjid dan musholla disaat menjelang waktu shalat seperti
sebelum maghrib dan menjelang subuh.
KH Nizam As Shofa juga
mengaku gembira dengan banyaknya orang yang kagum dan senang dengan
syi'iran itu karena dinilai mencerminkan tuntutan dan memberikan
pembelajaran dalam hidup, agar kita jangan terlena oleh gemerlapnya
dunia, tapi juga harus mempertebal iman dan tanpa merendahkan orang lain
agar kelak tidak tersesat di akhirat," kata Gus Nizam kepada wartawan.
Dengan banyaknya pendapat yang mempunyai argumen masing-masing pecinta
syi'iran
mantep itu, bisa jadi syiir itu sudah ada sejak lama, dan tak diketahui
siapa pengarangnya. Bisa jadi Gus Dur melantunkannya, bisa jadi itu Gus
Nizam, atau bahkan orang lain. Mungkin yang terpenting, kita semua bisa
mengambil hikmah dari perbedaan yang ada. Karena perbedaan merupakan
suatu rahmat dari Allah SWT.
Dan yang lebih utama lagi, kita
berusaha dan juga selalu menambah kekuatan dalam berikhtiyar agar bisa
menteladani dari kandungan makna dalam syi'iran itu sebagai pedoman
hidup, agar menjadikan diri kita semua selalu didekatkan oleh Allah SWT
dengan kemaslahatan di dunia hingga akhirat.
Syukur-syukur orang
yang kita tauladani seperti Al Maghfurlah KH Abdurrahman Wahid, sebagai
penggemar dan pengidola bisa terus melanjutkan perjuangannya yang tulus.
Tidak ada salahnya kita doakan Gus Dur agar selalu dalam penjagaanNya
dan diterima di sisiNya.
Ataupun juga KH Nizam As Shofa dan para
kyai lainnya yang masih sanggup dan bisa berjuang dan menyerukan
kebenaran di dunia, selalu kita dukung dan semoga tetap diberikan
kekuatan dan keteguhan dalam menegakkan kebenaran. Rasa saling menjaga
kerukunan antar sesama meski diselimuti banyak perbedaan, harus juga
kita kedepankan demi kebaikan bersama dan kesatuan NKRI. Amin.[isa/ted]
Post a Comment
0Comments
3/related/default
Ferry Arbania , Sahabat Indonesia