Penjaga Sejarah Musik Tanah Air

FERRY ARBANIA
By -
0
Dokumentasi dan koleksi terlengkap musik Tanah Air dilakukan Kongres Amerika
TEMPO Interaktif, Sudut ruang di Langsat Corner pada Jumat malam lalu terlihat meriah. Di antara kepulan asap rokok dan beberapa gelas kopi, sejumlah orang terlibat perbincangan seru. Topik mereka satu: segala hal yang terkait dengan musik Tanah Air. Perbincangan makin gayeng karena salah satu dari mereka membawa piringan hitam (PH) band legendaris yang baru saja didapatkannya.

"Kondisi PH-nya masih bagus. Nanti kalau ada yang datang bisa ada yang kaget, nih," kata Henky Hermanto, 50 tahun, mengomentari piringan hitam grup musik God Bless yang dibawa rekannya. Mereka yang tergabung dalam Komunitas Pecinta Musik Indonesia (KPMI) memang membawa berbagai macam pernak-pernik band dan penyanyi masa lalu. Selain PH, ada yang membawa leaflet, majalah musik, poster, video, dan kaset.

Komunitas ini mempunyai kepedulian terhadap bahaya hilangnya jejak sejarah musik negeri sendiri era 1980-an ke bawah. Minimnya dokumentasi dan informasi serta acuhnya insan musik terhadap penyelamatan benda-benda yang terkait dengan musik dalam negeri menjadi keprihatinan mereka. "Kami merasa akan ada sesuatu yang hilang dengan sejarah musik Indonesia," kata Ketua KPMI Didik Siswanto.

Karena itu, komunitas ini kemudian mengambil inisiatif untuk menyelamatkan segala hal yang terkait dengan musik Indonesia di masa lalu. Mereka memburu piringan hitam, video Betamax, keping cakram padat, kaset, poster, leaflet, majalah musik, koran, dan pernak-pernik lainnya serta mendokumentasikan penyanyi dan grup musik pada masa itu.

Terbentuknya KPMI diawali dari para kolektor independen yang memburu piringan hitam dan kaset grup band serta penyanyi di masa lalu. Mereka menjadi langganan di sejumlah pasar loak di Jakarta, seperti Pasar Taman Puring, Jalan Surabaya, serta pasar loak di Jatinegara. Para pedagang pasar loak itu kemudian memberi nomor kontak kolektor independen satu sama lain. Mereka pun saling kenal dan berkumpul serta mempunyai perhatian yang sama. Pada Desember 2005, terbentuklah Komunitas Pecinta Musik Indonesia, yang diresmikan pembentukannya di Warung Apresiasi, Bulungan, Jakarta Selatan.

Berbeda dengan dunia musik di negara-negara Barat yang sudah mapan dan sadar soal sejarah dan dokumentasi, keadaan dunia musik Indonesia sangat memprihatinkan. Ironisnya, dokumentasi dan koleksi terlengkap musik Tanah Air justru dilakukan Kongres Amerika.

Sejumlah pihak lainnya di luar negeri juga memiliki beragam koleksi grup musik dan penyanyi Tanah Air. Keprihatinan inilah yang dirasakan KPMI. "Tidak ada kesadaran, baik dari musisi, label, maupun pemerintah untuk menyelamatkan musik Tanah Air," ujar anggota KPMI, Think Morrison.

Kisah konyol terhadap miskinnya kesadaran menyelamatkan sejarah ini tecermin pada pertemuan yang dilakukan KPMI. Sebulan sekali di Langsat Corner, KPMI melakukan pertemuan dan mengundang musikus. Saat diperlihatkan berbagai koleksi dari musikus tersebut, sang musikus justru banyak kagetnya. "Mereka tidak percaya pernah mengeluarkan album tersebut. Mereka cuma hah, hah.... Kelihatan norak jadinya," ujar Henky.

Upaya KPMI dalam penyelamatan sejarah musik Indonesia juga telah dilakukan dalam bentuk penulisan dua buah buku pada 2008 dan 2009, yakni Musisiku 1 dan Musisiku 2. Buku-buku tersebut memuat 40 artikel dari 40 musikus Indonesia. Beragam cerita, misalnya, grup Koes Plus, Keenan Nasution, AKA, SAS, Titiek Puspa, Benyamin Sueb, dan musikus lainnya disajikan dalam buku ini.

"Kami melengkapi buku itu dengan diskografi tiap-tiap musikus. Jadi pembaca akan tahu mereka sudah mengeluarkan karya apa saja," ujar anggota KPMI lainnya, Gatot Triyono.

Kepedulian terhadap musik lawas bukan berarti KPMI hanya digemari kalangan berumur. Anggota KPMI juga menyentuh kalangan yang lebih muda. Ini ditunjukkan Adhi Rahman, 27 tahun.

Awalnya adalah kesukaan pada grup musik God Bless, Adhi kemudian melakukan komparasi sejumlah band yang sezaman dengan God Bless. Ketertarikan ini kemudian membawanya lebih jauh untuk mengetahui grup musik sebelum 1970-an, bahkan 1960-an. Dari semula God Bless, Adhi kini mengoleksi beragam piringan hitam dan kaset band seperti AKA, SAS, Badai Band, dan Benyamin Sueb.

AMIRULLAH

Post a Comment

0Comments

Ferry Arbania , Sahabat Indonesia

Post a Comment (0)