catatan tanpa
revisi, bukan masturbasi kepongahan.
Disini saya menulis kata seumpama Iblis yang tunduk pada Malaikat. Merenungi ambisi yang meletup-letup, sambil menengadahkan wajah, memotret kisah Tuhan yang indah tanpa suara, tanpa gambar, Tanpa... imajenasi dan
puisi.
Aku hanya ingin menyiapkan karikatur dosa dan
kehinaanku yang melaut dan noktahnya mencumbui puting himalaya.
Disini hati saya menjerit, mejelma malaikat.
Menikam cahaya tasbih, dengan cinta yang bergulir ari tangkai sorga. Para wartawan,
segenap bupati dan Gubernur yang mengepal kekuasan, darahaku telah tumbuh di
bumi Indonesia. Mengeringkan samudera jawa timur, kian berdarah-darah dalam
akustik cinta. Tapi, dihalaman pendopo putih, yang diagungkan para punggawa dan
pejabat itu, tak kutemukan eksotika Yusuf menggairahkan rakyatku, Zulaikha-Mu,
yang disebut-sebut kaum politisi adalah kursi kehormatan.
Disini aku berbicara, saat kau pun berkata-kata.
Sama-sama tak mau diam. Karena kalah adalah kecemasan berskal richter. melebihi
pelukan gempa, memangkas bait-bait senyum darahku di Papua, Aceh dan Sumatera.
Disini aku menjadi jawa timur lagi, setelah kita
beradu pandang dalam pedang kekuasaan. Melontarkan pilihan dalam
tegang,"Apakah engkau jadi malaikat yang memandang Iblils sebagai
hinaan.."
Ferry Arbania , Sahabat Indonesia