by: Ferry Arbania
menatap sajak-sajakku yang buram
melewati kawah gerimis daun-daun muda
orang-orang menyebutku penyair jalanan
yang setia menuntaskan jejak maut
dengan nisan-nisan tak bernama
lalu kukabarkan nasib ini pada terbit
matahari berkhutbah pada sang bulan
persis dipinggang kemarau yang montok
"Ada apa lagi dengan puisi?
kujawab tanya itu dengan sajak-sajak bidadari
meski gemulainya tak setakjub pukau dinegeri malam
angin datang menyapaku
mengabarkan kepergian jibril pada sebuh jabal
tempat muhammad menciumi wahyu
dada ini serasa bergelombang
menahan getir nasib yang nyata
hingga tak ada lagi yang lebih mempesoana
selain debar hujan malam ini
selimut tebal meleleh dalam kobaran cinta
jendela waktu terkuak dalam rindu
luka menganga,
menandai sebatang cigarette berwana ungu
yang diujungnya telah berwarna bibir tua
sebab dikepulannya yang tak berasap
kau nikmati juga sebatang janji
yang diletupkan gegap,
pada birahi.
18062010/ 01:15
Post a Comment
0Comments
3/related/default
Ferry Arbania , Sahabat Indonesia