Tetap Hidup Miskin di Tengah Rezeki Nomplok ‘Emas Hitam’

FERRY ARBANIA
By -


Badan Pelaksana Industri Hulu Minyak dan Gas (BP Migas) menyatakan total pendapatan industri hulu (eksploitasi) migas selama 2011 tercatat sebesar 34,4 miliar dolar AS atau setara Rp 310 triliun. Sebagian dikontribusi oleh industri migas lepas pantai Madura. Namun, masyarakat Madura sebagian besar masih hidup miskin. Koresponden Surabaya Post Etto Hartono melaporkan dari Sumenep. 
DANA bagi hasil minyak dan gas (DBH Migas) yang diperoleh pemerintah Kabupaten Sumenep dan ditargetkan mencapai Rp 6,18 miliar pada tahun 2011 ini, ternyata hanya terealisasi Rp 5,38 miliar. Sedangkan DBH minyak dari yang ditarketkan sebesar Rp 1,46 miliar hanya terealisasi sebesar Rp 1,7 juta. Minimnya DBH Migas, membuat masyarakat sekitar lokasi eksploitasi ”emas hitam” –istilah lain untuk migas, masih hidup miskin. 
Anggota DPRD Sumenep, Nur Asyur mengatakan, pendapatan DBH Migas Sumenep masih jauh dari yang diharapkan masyarakat Sumenep. Trickle down effect-nya pun tidak terasa. Masyarakat sekitar industri migas masih hidup di bawah garis kemiskinan. Sebagai indikator, daerah lain yang menjadi penghasil migas, masyarakatnya jauh lebih sejahtera dan mendapatkan semua sumber hasil migas. 
"Sebetulnya Sumenep banyak memiliki sumber pendapatan sebagai daerah penghasil migas. Tapi sampai saat ini sumber-sumber pendapatan itu tidak masuk kas daerah. Pundi-pundi hanya masuk ke industri migas dan pegawai industri migas, yang notabene pegwai mereka merupakan orang luar Sumenep. Ini yang perlu digarap oleh pemerintah daerah. Jangan sampai menguap atau memang sudah menguap," kata Nur Asyur, Senin (19/12). 
Selama ini, kata dia, Sumenep sebagai penghasil migas hanya mendapatkan DBH yang nilainya jauh dari kenyataan migas yang diproduksi di Pulau Sepanjang dan Pagerungan. Padahal, kontraktor bagi hasil migas Sumenep sudah berproduksi sejak tahun 2007 lalu. "Masyarakat di sekitar titik sumur migas tersebut masih dalam kondisi hidup tidak layak. Sumber APBD dari Migas pun masih kecil," ujarnya.
Sumber lain menyebutkan, di Pulau Sepanjang ada tiga sumur minyak yaitu, Sepanjang 1, dan Sepanjang 3 dan 4 dengan volume produksi mencapai 9.000 barel per hari, namun baru di eksploitasi 3.000 barel per hari. Selain menghasilkan minyak bumi, sumur Sepanjang juga menghasilkan gas, meski kurang dari 1,0 MMscfd (juta kaki kubik per hari/million metric standard cubic feet per day).

Untuk Pagerungan, saat ini ada 18 sumur gas. Tujuh sumur berada di tengah laut (offshore), sisanya, berlokasi di darat (onshore). Yang menjanjikan lagi, selain berproduksi gas, eksploitasi di Pagerungan menghasilkan kondensat (zat cair hasil kondensasi yang dihasilkan dari separasi setelah gas dari sumur minyak melewati inlet unit) sebesar 4.500 barel per hari (bph). Produk kondensat ini diekspor ke Jepang, Korea, dan Singapura sebagai bahan produk kimia dan bahan bakar minyak (BBM). 
Potensi migas yang belum masuk ke APBD Sumenep yakni dari Blok Maleo (Perairan Pulau Giligenting), menyusul putusan Mahkamah Agung (MA) atas pencabutan peraturan dalam negeri nomor 8/2007 tentang daerah penghasil migas. Di mana Blok Maleo ditetapkan menjadi hak masyarakat Sumenep. 
"Sumber lain yang tidak masuk ke APBD Sumenep, padahal hak pemerintah daerah selaku penghasil migas yakni perimbangan bagi hasil pajak personal (seperti pajak penghasilan/PPh) atau gaji pegawai yang bekerja di perusahaan yang sedang melakukan eksploitasi migas. Daerah punya hak untuk mengelola pajak personal itu, seiring dengan semangat era otonomi daerah," katanya. 
Disisi lain, pemerintah kabupaten berhak merebut minimal 1% dari setiap kali melakukan transaksi migas. "Satu persen dari berapa barel yang terjual setiap kali melakukan transaksi yang dilakukan perusahaan, ada peluang untuk direbut. Pemerintah daerah harus pro aktif dan jeli melihat peluang ini," ujarnya. 
Legislator Partai Keadilan Sejehtera (PKS) asal Pulau Sapeken ini mencontohkan, di Kabupaten Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah bisa mengelola pajak personal dan mendapatkan satu persen dari setiap kali transaksi migas. 
"Memang perlu perjuangan untuk mendapatkan dua sumber pendapatan itu. Bupati Sumbawa Barat dan semua PNS sempat menggelar demo dan menduduki perusahaan migas disana. Kenapa pemerintah daerah Sumenep tidak pro aktif dan reaktif dalam menyikapi minimnya bagi hasil migas. Ada apa?," ungkapnya. 
Kompensasi yang diperoleh dari DBH, kata dia, belum cukup untuk memperbaiki kerusakan lingkungan saat ini. Pelaksanaan Program Community Development (CD), juga tidak jelas dampak positifnya pada lingkungan. Kontrol pemerintah daerah sangat lemah dan perlu perbaikan sistem kinerja. 
Anggota DPRD lain, Ach Mawardi berharap, pemerintah kabupaten harus mempunyai orang yang mengerti tentang migas. Sebab, kelemahan yang sangat terlihat yakni ketika ada persoalan migas maupun untuk meningkatkan DBH tak satupun ada orang yang tahu persis soal migas. "Pemerintah kabupaten perlu menempatkan orang yang ahli dibidangnya. Jika tidak, jangan harap penghasilan APBD dari sumber  migas akan bertambah," tegas Legislator PKB ini. 
Dia juga meminta ada transparansi pembagian dana hasil migas. Selama ini, pemerintah pusat dan perusahaan sangat tertutup, sehingga menimbulkan kecemburuan yang akan menimbulkan reaksi tidak nyaman. "Pemerintah daerah hanya diberi sekian persen. Aturannya memang jelas, tetapi transparansi hasil produksi migas tidak pernah terbuka. Nah! ini yang perlu dirombak dan pemerintah daerah jangan tinggal diam untuk mencari terobosan dalam rangka menaikan APBD," tegasnya. 
Kepala Bidang Pendapatan, Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekuangan dan Aset (DPPKA) Kabupaten Sumenep, Imam Sukandi mengakui jika perolehan DBH pertambangan minyak bumi sangat minim. Informasi yang diterima pihaknya, ada perbaikan di kilang minyak, sehingga tidak bisa berproduksi. "Perbaikan kilang minyak diperkirakan baru tuntas akhir 2011 ini. Makanya, DBH minyak meleset dari yang ditargetkan sebesar Rp1,4 miliar, terealisir hanya Rp 1,7 juta," terangnya. 
Sedangkan sektor Gas, hingga 31 Oktober terealisasi 89% atau hanya RpRp5,38 miliar dari yang ditargetkan sebesar Rp6,18 miliar tahun 2011. "Dana yang masuk ke APBD ini, hanya pendapatan DBH Migas. Tidak ada sektor lain," terangnya. 
Sementara Kepala Kantor ESDM Sumenep, Suprayogi, melalui Kasi Migas, Dadang D. Iskandar menjelaskan, pemerintah daerah tidak bisa berbuat banyak soal pendapatan migas. Selama ini, langsung ada pembagian sekian persen sesuai dengan aturan yang ada. "Berapa barel produksi dan terjual berapa, termasuk prediksi kandungan migas sampai berapa lama, daerah tidak tahu," katanya.
Sedangkan pelaksanaan Program Community Development (CD) tahun 2011 sudah terealisasi 100%. Meliputi PT Santos yang sudah melakukan ekploitasi di Blok Maleo Pulau Giligenting sebesar Rp1,5 miliar dan Kangean Energi Indonesia (PT KEI) di Pulau Pagerungan sebesar Rp2,2 miliar. "Jadi, dana CD yang terealisasi dari dua operator untuk tahun ini mencapai Rp3,7 miliar," katanya. 
Untuk menaikkan pendapatan DBH Migas, kata dia, sudah ada upaya refisi undang-undang. Sehingga daerah akan lebih diberdayakan. Selama ini, pemerintah daerah hanya mendapatkan 'masaknya' tanpa ada keterlibatan pemerintah daerah. 
Berdasarkan Undang-undang No.33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, DBH minyak bumi untuk daerah sebesar 15,5% dan pemerintah pusat sebesar 84,5%. Sedangkan DBH Gas Bumi untuk pemerintah daerah 30,5% dan pemerintah pusat 69,5%. 
Untuk DBH minyak bumi yang diterima pemerintah daerah sebesar 15,5% itu, terdiri dari 3% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan, 6% kabupaten/Kota penghasil, 6% untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam Provinsi yang bersangkutan, dan sisanya sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar (SD). 
Sedangkan dana bagi hasil gas bumi yang diterima pemerintah daerah sebesar 30,5% tersebut, sebesar 6% dibagikan ke provinsi bersangkutan, 12% untuk kabupaten/kota penghasil, 12% untuk kabupaten/kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan, dan sisanya sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar (SD). 
Potensi migas yang saat ini sedang dan akan dilakukan eksplorasi di wilayah Sumenep yakni ada empat perusahaan meliputi; PT Husky Oil Ltd di Selat Madura dengan mengajukan dua titik sumur off-shore dengan nama MBH 1 dan MBH 4. Lokasinya di perairan Sapudi-Raas (Gas). PT Energy Mineral Langgeng (EML), dalam pengajuan ijin. Lokasinya di Desa Tanjung, Kecamatan Saronggi (Onshore). Lokasi lainnya yakni di Utara Pulau Kangean (Gas) yang akan di eksplorasi oleh Petra Java Kangean Not, dan oleh PT Society of Petroleum Engineers (SPE) Petroleum Ltd (Onshore) di wilayah Kecamatan Pragaan. 

sumber:surabayapost.co.id edisi Senin, 19/12/2011 | 11:17 WIB