Sumenep Kaya Migas, Tapi Miskin

FERRY ARBANIA
By -


ANJUNGAN minyak lepas pantai milik Beyond Petroleum (dahulu bernama British Petroleum) di Kepulauan Kangean, Madura, ternyata tidak juga memberikan dampak kesejahteraan (trickle down effect) bagi masy
Pemerintah daerah mendesak tambahan bagi hasil migas

SUMENEP - Bupati Sumenep, A Busyro Karim, meminta agar pendapatan bagi hasilc dari sumber migas ditingkatkan, sehingga masyarakat Sumenep bisa menikmati hasil kekayaan migas secara merata, lebih-lebih masyarakat yang dekat dengan lokasi eksploitasi migas.
"Saat ini, ada 10 perusahaan atau kontraktor kotrak kerja sama (K3S) migas yang sedang menggarap blok atau wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi. Dua diantaranya sudah berproduksi, yakni di Pagerungan, Kecamatan Sapeken, dan Giligenting, Kecamatan Giligenting," kata Busyro, Selasa (14/2) siang.
Dari laporan pihak Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, kandungan gas mencapai sekitar 6 triliun kaki kubik gas yang masih bisa digunakan untuk 30 tahun ke depan. "Ini masih perlu perjuangan besar agar hasil dari migas itu benar-benar dimanfaatkan untuk masyarakat Sumenep," ujarnya.
Dia mengibaratkan, Sumenep merupakan lumbung migas. Namun, kesejehteraan masyarakat, khususnya disekitar eksploitasi migas masih jauh dari harapan banyak orang. Bahkan, dia sangat menyayangkan ketika Rencana Kementerian ESDM yang tertuang dalam Neraca Gas Indonesia tahun 2010 dan 2025, Madura tidak akan dilewatkan Gas yang dihasilkan dari area kepulauan Madura sendiri.
"Justru rencana tahun 2012 ini, area Surabaya dapat memiliki alternatif lain berupa pengadaan FSRT LNG (Floating Storage and Regasification Terminal Liquefied Natural Gas). Seandainya, pipa gas yang melewati laut dapat singgah melalui daratan Sumenep, maka sudah berapa rupiah yang bisa dinikmati masyarakat Sumenep," ungkapnya.
Padahal, berdasarkan jumlah pencari kerja pada tahun 2008 lalu mencapai 4.161, namun yang sudah ditempatkan hanya 55 orang. Secara rasio, pencari kerja dan lowongan kerja 42 banding 1. "Banyak hal yang tidak di dapat oleh masyarakat Sumenep ketika aktivitas migas itu tidak melewati daratan Sumenep," terangnya.
Untuk itu, dia mengajukan regulasi yang berkaitan dengan pendapatan migas yakni batas kewenangan pengelolaan Sumber Daya Alam didasarkan pada batas wilayah Kabupaten/Kota, didasarkan pada UU No. 6/1996 tentang perairan Indonesia. Sedangkan pengelolaan CSR agar dimasukkan kembali dalam Cost Recovery dengan Formulasi berketentuan serta komposisi Dana Bagi Hasil (DBH) migas (minyak & gas) lebih berpihak pada daerah penghasil.
"Sebelum ada revisi Permendagri Nomor 51/2011, Sumenep sebagai daerah penghasil tidak pernah mendapatkan dana perimbangan daerah penghasil migas. Setelah ada revisi baru mendapatkan nilai sebesar 12.20% untuk gas dan 6.20% untuk minyak. Ini baru ada angka persen, tetapi sampai saat ini, uang itu belum masuk ke APBD kita," terangnya.
Dia menjelaskan, migas dapat menjadi modal dasar sebagai prime mover (penggerak utama) pertumbuhan ekonomi daerah. Pengelolaan sumber energi yang berkeadilan adalah dengan model melibatkan seoptimal mungkin partisipasi daerah, mulai tahap perencanaan hingga pelaksanaan. Karena Madura mempunyai kekayaan migas yang luar biasa, maka sudah waktunya ada kawasan industri dan Industri baru yang memanfaatkan potensi SDA sendiri.
"Pengembangan kawasan industri Sumenep dengan berbasis pemanfaatan gas menjadi bahan baku industri adalah rencana Sumenep dalam proses mensejajarkan diri dengan daerah lain di Indonesia. Maka, dengan regulasi pendapatan migas yang jelas, berdasar atas keadilan, Sumenep harus mendapatkan sumber pendapatan yang lebih dari migas," tegasnya.
Sementara, Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas BP Migas Gde Pradnyana, menyambut baik keinginan pemerintah kabupaten Sumenep untuk terus meningkatkan penghasilan dari Migas serta pipa migas yang harus lewat daratan Sumenep. Namun yang perlu difahami untuk pengembangan migas, harus melihat pasar. Terutama Liquefied Natural Gas (LNG) atau gas, tidak bisa disimpan, sehingga harus ada siapa pembelinya.
"Kalau gas itu tidak seperti minyak. Jika minyak belum ada pembelinya tidak ada masalah. Tetapi, kalau gas itu harus jelas dulu siapa pembelinya. Jadi, gas yang saat ini dijual sudah merupakan hasil transaksi 5 atau 6 tahun yang lalu. Kalaupun ada pembeli baru, ya tidak bisa langsung dilakukan saat ini juga, karena sudah ada kontrak dengan perusahaan yang lebih awal," terangnya.
Keinginan pipa gas yang lewat jalur laut agar bisa singgah di daratan Sumenep, sulit dilakukan karena membutuhkan anggaran yang besar. Tetapi, masih bisa cari cara yang paling ekonomis. Misalnya, pengembangan produksi gas bisa tanpa pipa baru yakni diproduksi dalam bentuk Compressed Natural Gas (CNG), lalu dikirim ke Madura. "Jadi, banyak cara yang bisa dilakukan untuk masyarakat Sumenep. Saya pun sepakat untuk mengembangkan produksi gas di Madura, serta akan melibatkan pemerintah daerah secara penuh, dari awal sampai migas itu dihasilkan" janjinya.md2



sumber:surabayapost.co.id, edisi Rabu, 15/02/2012 | 09:47 WIB