Sumenep Gagas Seminar Kebangsaan Satu Bangsa, Satu Perdamaian dan Satu Kesejehteraan

FERRY ARBANIA
By -
SP/Etto Hartono
BUPATI Sumenep, A Busyro Karim saat mempresentasikan kekayaan Migas Sumenep dalam seminar kebangsaan di Pendopo Agung Keraton.
Baru pertama kali, seminar kebangsaan di gelar di Pendopo Agung Kabupaten Sumenep, Madura dengan tema "Satu Bangsa, Satu Perdamaian, dan Satu Kesejehteraan". Nara sumber yang hadir yakni DR Gde Pradnyana (Kepala Divisi Humas, Sekuriti dan Formalitas BP Migas), A Busyro Karim (Bupati Sumenep), KH Salahudin Wahid (Ketua Gerakan Integritas Nasional), AKBP Dirin (Kapolres Sumenep). 
ADAPUN dari kalangan media, hadir sebagai nara sumber, Sunu Diyantoro (Editor Bidang Politik Majalah Tempo), Teguh Santoso (Pimred Rakyat Merdeka Online ), dan moderator Tri Agung Kristanto (Redaktur Politik dan Hukum Kompas).
Seminar ini diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten Sumenep bekerjasama dengan Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BP Migas) dan Gerakan Ekayastra Unmada (yang berarti semangat satu bangsa). Peserta melibatkan semua unsur elemen masyarakat Madura, baik tokoh agama, tokoh pemuda, pelaku media, aparat TNI Polri, TNI AD dan pengusaha yang bergerak dalam industri minyak dan gas (Migas) serta pihak BP Migas. Bahkan, pihak eksekutif se-Madura juga terlihat hadir. Seminar ini, dibuka oleh Asisten Pemerintahan Sekda Propinsi Jawa Timur, Asyhar.
Salahudin Wahid dalam pemaparannya mengatakan, perjalanan bangsa Indonesia cukup panjang dengan fitrah bangsa keberagaman. Ada 1.000 lebih etnis, agama dan ajaran. Tetapi, ada kemiskinan dan ketertinggalan pendidikan yang berdampak pada kesenjangan kesejehteraan lahir dan bathin.
"Hanya ada beberapa segelintir kelompok atau orang yang mendapatkan kesejehteraan pembangunan. Tetapi, disisi lain masih banyak kelompok yang belum mendapatkan apa-apa atau masuk kategori miskin. Inilah yang menjadi konflik bangsa saat ini," tegas Gus Sholah panggilan akrab Salahudin Wahid, Selasa (14/2).
Adik almarhum Gus Dur ini mengusulkan, agar ketidakmerataan disemua aspek kehidupan harus segera diatasi. Hukum harus ditegakan dan hukum itu tidak lagi bersikap ke atas tumpul, sementara kebawah tajam. "Hukum jangan sampai kalah dengan kekuasaan. Termasuk uang dan tekanan massa," katanya.
Dalam situasi sekarang, sifat kritis tetap dilakukan sebagai wujud cinta negara. Namun, bukan berarti harus melakukan yang akan menimbulkan konflik bangsa lebih besar. "Mengkritisi pemerintah dengan cara yang baik tentu akan menghasilkan sesuatu yang jauh lebih bagus dalam rangka menjaga keutuhan NKRI," tegasnya.

Bupati Sumenep, A Busyro Karim mengawali dengan pemaparan peran serta masyarakat Sumenep dalam berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Menurut orang nomor satu di bumi Sumenep ini, berdirinya NKRI tidak terlepas dari berdirinya kerajaan Majapahit. Dari kerajaan Majapahit, konsep Kebhinnekaan muncul sebagaimana tertuang dalam Kitab Sutasoma, yakni kalimat Bhinneka Tunggal Ika, yang merupakan cikal bakal nilai dasar filosofis berdirinya NKRI. "Salah satu tokoh penting dibalik berdirinya kerajaan Majapahit adalah Adipati pertama Sumenep, Arya Wiraraja," terang Busyro.
Untuk itu, sejak awal warga Sumenep telah mengambil bagian dalam terbentuknya cikal bakal NKRI. Konon, Arya Wiraraja tidak hanya memberikan bantuan dengan kekuatan tentaranya, melainkan sebagai pengatur strategi dan inspirator berdirinya kerajaan Majapahit.
Sejarah berdirinya Majapahit tidak akan pernah lepas dari peranan Arya Wiraraja serta bantuan orang Madura. Berdirinya Majapahit, menjadi cikal bakal negara kesatuan, sebagaimana Amukti Palapa yang dikumandangkan oleh Gajah Mada, yang berjanji menyatukan segenap penjuru Nusantara dibawah panji-panji kerajaan mapajahit.
"Inilah yang harus dipertahankan secara terus menerus dimasa mendatang. Untuk itu, saya sampaikan bahwa dari Sumenep untuk Satu Bangsa, Satu Perdamaian, dan Satu Kesejehteraan," ujarnya.
Dari segi sosiologis, kata dia, salah satu budaya orang Sumenep dan Madura pada umumnya, yakni loyalitas yang sangat tinggi terhadap pemimpin, baik pemimpin dalam keluarga sampai pemimpin formal. Sehingga muncul ungkapan ditengah masyarakat Madura "Bhuppa' Bhabhu' Ghuru Rato" (Bapak, ibu, guru dan raja/pemimpin). "Konsep ini menyangkut kepatuhan orang Madura secara hierarki pada figur-figur utama," katanya.
Lebih mendalam lagi, menyiratkan suatu makna bahwa dalam kehidupan ini terdapat tiga komponen penting. Pertama, orang tua yang dalam kehidupan sosial-budaya harus dimaknai sebagai repsesentatif dari institusi keluarga. Kedua figur ulama/kiai sebagai wujud dan repsesentatif dari dunia ukhrowi, dan ketiga figur raja atau pemimpin formal/pemeritahan yang harus dipandang sebagai wujud atau representasi duniawi.
"Sebagai wujud dari makna ungkapan itu, dimanapun orang Madura berada yang berawal dari kehidupan keluarga, harus senantiasa mengarah pada dua muara yang satu sama lain harus menunjukkan adanya keseimbangan, yakni antara kehidupan duniawi dengan kehidupan ukhrowi," ungkapnya.
Dari segi ekonomi, kata dia, sejarah telah mencatat bahwa orang Sumenep telah mengadakan hubungan ekonomi dengan berbagai daerah seperti Bali, Kalimantan, Sulawesi serta Maluku. Hubungan ekonomi itu, hanyalah demi peningkatan kesejehteraan masyarakat Kabupaten Sumenep. Adanya hubungan ekonomi ini mereka dituntut dapat membangun suatu integrasi sosial dengan penduduk lokal dan penduduk luar.
Realitas tersebut memberikan keuntungan positif berupa tumbuhnya integritas kebangsaan di semua tempat, sehingga makin menguatkan konsep kebangsaan demi tumbuhnya persatuan dan kesatuan bangsa. Disisi lain, Sumenep mempunyai kekayaan alam dan potensi yang tidak dimiliki daerah lain. "Saya menginginkan, dengan berbekal potensi itu, Sumenep tidak hanya menjadi transitnya kekayaan yang dimiliki, tetapi untuk sebesar-besarnya kesejehteraan masyarakat Sumenep," katanya.

Dia mengungkapkan, masalah yang dihadapi saat ini, bagaimana menaburkan kesejahteraan bagi masyarakat ditengah kekayaan alam yang tak terhingga. Sehingga, tidak menjadi pembantu di negeri sendiri. Sumenep yang mempunyai 126 buah pulau dan 48 diantaranya berpenghuni, dengan jumlah penduduk yang mencapai 1 juta jiwa lebih masih perlu diperjuangkan kesejehteraan hidupnya.
Padahal, wilayah Sumenep mempunyai potensi migas yang masih bisa digunakan untuk 30 tahun kedepan. "Berdasar laporan Direktorat Jenderal Migas, Sumenep mengandung kurang lebih 6 Triliun kaki kubik (TCF/trillion cubic feets) gas yang masih bisa digunakan 30 tahun kedepan," katanya.
Namun demikian, Sumenep yang sudah berusia 742 tahun dan telah dipimpin 35 raja dan 15 bupati masih tetap eksis dalam menjaga kesatuan dan kesatuan RI yang telah menjadi harga mati. Melalui seminar kebangsaan, maka harkat dan martabat masyarakat Sumenep semakin terangkat dan bisa menikmati hasil dari kekayaan yang dimiliki bumi Sumenep.
"Untuk soal kebersatuan dan kedamaian, warga Sumenep sudah teruji sejak tempo dulu. Ini dibuktikan dari gaya arsitektur pendopo kraton Sumenep yang telah berusia 200 tahun. Arsitektur pendopo merupakan perpaduan Eropa, Arab dan China. Nah!, Sumenep menjadi pondasi lahirnya konsep negara bangsa (nation-state) baik dari sisi historis, sosiologis dan ekonomis," katanya.
Sementara, nara sumber lain yang bergelut dengan dunia pers yakni Sunu Diantoro (Editor Bidang Politik, Tempo), dan Teguh Santoso (Pimred Rakyat Merdeka Online ) sepakat jika media perlu mengambil bagian yang seluas-luasnya dalam membangun NKRI lebih baik. Bahkan, media harus memposisikan tidak hanya sekedar mengejar berita konflik yang harus menjadi healine. Melainkan ikut berperan serta mencari akar persoalan bangsa yang dihadapi saat ini dan memberikan solusi cerdas.
"Posisi media dalam menjaga kesatuan, perdamaian dan kesejehteraan bangsa ini mempunyai peran penting. Media harus mengambil bagian menjadi pemadam kebakaran dari semua konflik yang selama ini selalu menjadi persoalan besar di tengah kehidupan masyarakat maupun pemerintahan. Memilah dan memilih berita dan tetap independan serta seimbang, merupakan kewajiban insan pers. Bila kembali pada etika dan kode etik jurnalistik, maka sungguh terhormat kehadiran media massa ditengah kehidupan berbangsa dan bernegara" kata Sunu Diyantoro.

CSR Untuk Ponpes

Pihak BP Migas memberikan dana Corporate Social Responsibility (CSR) bagi pondok pesantren di Sumenep, berupa mushaf Alqur'an dan mukena senilai Rp 25 juta. Bantuan tersebut secara simbolis diberikan oleh Gde Pradnyana (Kepala Divisi Humas, Sekuriti dan Formalitas BP Migas) pada pengasuh pondok pesantren Al-Karimiyah, Braji, Sumenep.
Penyaluran CSR perusahaan Migas tersebut diberikan saat pengajian dan tausiyah bersama KH Salahudin Wahid Senin (13/2) malam. Direktur PT Wira Usaha Sumekar (WUS) Sumenep, Sitrul Arsyi M mengatakan, pengajian dan tausiyah merupakan rangkaian dari kegiatan pemerintah kabupaten Sumenep yang bekerjasama dengan BP Migas. "Pengajian itu rangkaian acara dari seminar kebangsaan. Sekaligus penyaluran CSR oleh BP Migas," katanya.
Jamaah pengajian, selain masyarakat umum, santri dan para SKPD dilingkungan pemerintah kabupaten juga melibatkan para tokoh masyarakat, tokoh ulama dan elemen masyarakat lainnya. "Panitia menyebar undangan sebanyak 1.500 lembar. Namun, masyarakat yang hadir melampaui dari yang ditargetkan," pungkasnya.md2
( Sumber: surabayapost.co.id)