Semarak Hidup di Luar Nikah di Filipina

FERRY ARBANIA
By -
0
sxc.hu
TEMPO InteraktifSemarak pernikahan di Filipina redup perlahan-lahan. Orang-orang muda mulai mengubah penilaiannya tentang ikatan pernikahan dalam membentuk sebuah keluarga. Hidup bersama pun kini marak di negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik Roma itu. Mereka tak canggung lagi untuk mengakuinya.

Alvin Ruiz, 24 tahun, dan pacarnya, Joann Lopez, misalnya, sudah hidup bersama selama empat tahun. Mereka memiliki seorang anak laki-laki berusia 3 tahun. Pertama kali pasangan ini bertemu di Kebun Binatang Manila, dan kemudian mereka membentuk keluarga dengan tinggal bersama tanpa menikah. “Uang pernikahan yang dikeluarkan kami gunakan untuk membeli susu untuk bayi,” kata Ruiz beralasan.

Ruiz berpikir praktis. Ia hanya penjual minyak goreng bekas dari sejumlah restoran ke perusahaan-perusahaan untuk diubah jadi bahan bakar kendaraan bermotor.

Ini fakta tentang mengendurnya ketaatan warga Filipina untuk mematuhi hukum Gereja yang mewajibkan pernikahan. Padahal, 8 dari 10 penduduk Filipina menganut agama Katolik. Filipina juga satu dari tiga negara di dunia, yakni Malta dan Vatikan, yang menyatakan perceraian sebagai perbuatan ilegal.

Catatan Lembaga Statistik Nasional Filipina menyebutkan, pernikahan melewati gereja atau pemerintah turun 0,7 persen dari 486.514 pernikahan pada 2008. Hanya satu dari 10 pasangan yang menikah menurut tradisi Katolik. Sebanyak empat dari 10 pernikahan dilakukan di kantor catatan sipil.

Lembaga Statistik Nasional Filipina juga mencatat tentang meningkatnya jumlah bayi yang lahir bukan dari hasil pernikahan. Untuk 2008, kata Nene Baligad, anggota Lembaga Statistik Nasional, persentase anak yang lahir dari ibu yang tidak menikah lebih dari 37 persen dari 1,78 juta bayi pada 2008.

Angka ini meningkat seperti catatan terakhir Lembaga Statistik Nasional, yakni 12,5 persen lebih tinggi daripada tahun lalu, dan meningkat 2 persen dibanding seluruh angka kelahiran bayi di negara berpenduduk sekitar 93,6 juta menurut BBC.

“Saat ini, para pasangan hanya hidup bersama dan hanya menikah setelah memiliki empat atau lima anak,” kata Nene.

Fenomena apa yang sedang menjangkiti pasangan muda Filipina yang mulai ramai meninggalkan lembaga pernikahan? Alasan Ruiz, yakni soal kepraktisan karena mahalnya biaya pernikahan, boleh jadi benar.

Bagi Nene, alasannya lebih dari soal praktis. “Kami rakyat Filipina sekarang cenderung mengikuti apa yang disebut gaya hidup.”

Hanya, apakah dua alasan ini akan berdampak pada perceraian, belum ada penjelasan resmi. Yang pasti, Filipina tengah diramaikan ole pro-kontra tentang Undang-Undang Perceraian. Sebuah pertarungan terbuka antara kelompok liberal modern dan konservatif.

ASIA ONE | STRAITS TIMES | MARIA RITA

Post a Comment

0Comments

Ferry Arbania , Sahabat Indonesia

Post a Comment (0)