Feisya Mencari Cinta (Cerpen Ferry Arbania)

FERRY ARBANIA
By -
0


Oleh : Ferry Arbania 


Fesiya benar-benar tidak percaya, jika cinta yang sudah hamper setahun terjalin itu, nyaris tak terdengar lagi suaranya. Ada kalimat rindu mengiringi jarak yang melintas diatas Jembatan Suramadu. Ada nyanyian syahdu yang membuat hati semakin dekat dan terus mendekat dalam kelimpung tangis bianglala. 

Siang itu, hari Jum’at yang membara, Fesiya terlihat sibuk di kantor dewan menyodorkan MP4 hitam berukuran kecil mungil dan sangat menarik dimata wartawan yang lainya. Tiba-tiba kantg celananya bergetar memburu.
“Ya halo, Oh kamu say..Lagi dimana?”. 

“Aku masih di Malang sayank. Kamu baik-baik aja khan? Kenapa sms dan telponku selalu kamu cuekin saja selama ini. Kamu sudah makan apa belum say?” Suara lembut dari ujung telpon itu membuat Feisya tak bias menahan gejolak rindu yang sebenarnya masih membara.

Feisya, seorang wartawan daerah yang sering menulis puisi dan berita on line ini tiba-tiba tak berucap dan seketika menutup percakapan. Mematikan dering handphonenya yang tak lagi terlihat berbinar. Sedikit kusam dan bergores dibalik layar putih cinta.

Sementara jarum jam sudah menunjuk ke dinding 11 siang. Tidak lama lagi shalat jum’at akan dimulai. Suara adzan yang menggema, suara riuh anggota dewan yang entah mau kemana. Sebagian menuju kamar mandi dan sebagian lagi asyik diskusi. Ada juga yang asyik membukan laptop semirip orang muslim asyik mengaji.

“Ahk, gejala apalagi pada dunia parlemen ini. Orang-orang terhormat sudah jarang yang bias dihormati. Jangan-jangan orang awam sudah berpikir lain tentang wakil mereka dikursi empuk DPRD”. Percuma saja aku memikirkan kehidupan orang-orang penting yang tak bias diandalkan saat warga miskin sedang genting. Saya piker banyak cinta menuju harapan. Tetapi dimana kutemukan kesungguhan hati mereka. Kedigjayaan orang-orang di era facebook dan twitter, ada blog-blog kosong yang masih mengangkang. Barangkali, semua orang telah mengutuk pornografi. Semakin giat pemerintah menutup situs porno, makin gencara generasi kita yang malah mempornokan diri, hati dan idealisme kebangsaan mereka.

“Nggak pergi ke Masjid Mas?” Syamsul menepuk pundakmu sembari menggandeng tanganku yang ngilu sehabis mengetik berita tentang tumpukan sepatu di rumah salah satu anggota dewan.

Sahabtku Yan baik hati ini tiba-tiba nyeletuk lagi dan berkata pelan disampingku. “Akhir-akhir ini saya perhatikan kamu jadi sorotan sejumlah anggota dewan. Kenapa Mas?.
Kujawab biasa aja. “Kamu juga tahu khan, jika ternyata sebagian besar, anggota dewan yang sekarang duduk menjadi wakil rakyat di kota ini, biayanya dari hasil ngutang.
“La terus..??”
“Nah itu dia, bagaimana mungking mereka bisa bekerja maksimal untuk kepentingan rakyat, kalau tiap hari tiap malam otak mereka dihantui dengan hutang jutaan rupiah pada konstituennya?”.
“Solusinya gimana bang?”.
Gampang. Jangan campur aduk antara urusan asmara dengan pekerjaan. Jangan campur aduk antara tugas wartawan dengan dewan. Semuanya ada pos masing-masing. Tidak bisa dicampur aduk. Makanya, kalau kamu nanti nyalon dalam pemilihan legislative, sebaiknya jangan ngasih uang. Apalagi dari hasil ngutang.
“Ya dah bang, kita masuk masjid dulu yuk..”
Diam-diam tanpa sepengetahuan Symasul, kubuka handphone ku yang bergetar lagi. Kubaca isinya, Ternyata SMS dari kekasihku yang baru selesai menerima materi kuliah seputar pelaksanaan Bantuan Operasional Sekolah (BOS). 

Sumenep,Madura 6 Februari 2011

Post a Comment

0Comments

Ferry Arbania , Sahabat Indonesia

Post a Comment (0)