Bawa Sastra Indonesia ke Panggung Dunia

FERRY ARBANIA
By -
0
(dari kiri ke kanan) Pendiri Yayasan Lontar John McGlynn, Produser film Mira Lesmana, Novelis Dewi Lestari dan Pembaharu sastra Putu Wijaya saat peluncuran buku seri Modern Library of Indonesia di Plaza Indonesia, Jakarta, Kamis (19/5).
[JAKARTA] Yayasan Lontar dan Djarum Foundation meluncurkan buku “Modern Library of Indonesia” dalam diskusi “Kebangkitan Sastra Indonesia di Panggung Dunia”. Menurut Renitasari, Program Director-Bakti Budaya Djarum Foundation, “Seri buku “Modern Library of Indonesia” diterbitkan karena disadar bahwa sastra adalah bagian kebudayaan yang penting. 

 Ini sekaligus menjadi usaha untuk meningkatkan peranan sastra di panggung dunia. Tak dapat dipungkiri, melalui sastra terpancar kehidupan, emosi, dan perkembangan sebuah bangsa. Indonesia mempunyai potensi yang besar di bidang sastra namun masih kurang dikenal di dunia Internasional dan usaha ini perlu dilalukan agar karya sastra Indonesia dapat dibaca oleh dunia Internasional.

“Melalui sastra Indonesia, inspirasi dalam mencipta skenario film kerap muncul. Saya sendiri berharap sastra Indonesia tak hanya dikenal luas oleh dunia barat melainkan juga oleh masrakat Indonesia sendiri,” tutur Mira Lesmana, yang turut mengangkat pamor sastra Indonesia melalui film Bumi Manusia, yang berasal dari novel Pramoedya Ananta Toer di Plaza Indonesia, Jakarta, Kamis (19/5).

“Oleh karena itu, Yayasan Lontar didirikan,” kata John McGlynn, penyunting seri Modern Library, menambahkan. “Melalui Modern Library of Indonesia, pembaca asing tak hanya dapat mengikuti perkembangan sastra Indonesia dari zaman ke zaman melalui buku-buku yang diterbitkan dalam seri itu. Pengamat luar akan dapat lebih menghayati kekuatan politik dan sosial yang ikut mengejawantakan negara Indonesia," ucap dia.

Tak dapat disangkal bahwa sastra Indonesia kurang dikenal di luar negeri. Putu Wijaya berkisah, “Pada tahun 1985 saya diundang mengikuti festival sastra Horisonte di Berlin. Seorang penyair Amerika bertanya, apakah saya dari Filipina? Ketika saya jawab saya dari Indonesia, dia terkejut dan kembali bertanya, apa di Indonesia ada sastrawan? Setahunya hanya seni pertunjukan tradisional," ungkap Putu.

Seri yang menjadi salah satu program Yayasan Lontar dan berupa terjemahan bahasa Inggris karya-karya sastra Indonesia ini dianggap penting serta berharga dalam menyuarakan zamannya, dimulai dari periode awal sastra Indonesia yang dianggap modern, yaitu tahun 1920-an hingga karya sastra terkini. Saat ini, telah terbit sepuluh judul pertama. Dalam tiga tahun mendatang diharapkan terbit 50 judul agar dunia dapat mengenal dan mendokumentasikan sejarah perkembangan masyarakat Indonesia melalui sastra.

Dewi Lestari menambahkan seri buku itu sebuah kebanggaan luar biasa bahwa karya pertama saya, Supernova: Ksatria, Putri, dan Bintang Jatuh, dapat terpilih menjadi salah satu koleksi Modern Library of Indonesia. Semoga koleksi tersebut dapat menjadi alternatif jendela untuk memahami Indonesia kontemporer, sebagaimana sastra selalu menjadi cermin dari dinamika sebuah bangsa. Sebuah generasi.

Sepuluh judul pertama seri buku “Modern Library of Indonesia” yang akan diluncurkan, yakni:
Never the Twain (Salah Asuhan), karya Abdoel Moeis
Shackles (Belenggu), karya Armijn Pané
The Fall and the Heart (Kejatuhan dan Hati), karya S. Rukiah
Mirah of Banda (Mirah dari Banda), karya Hanna Rambé
Family Room, sebuah kumpulan cerpen karya Lily Yulianti Farid
And the War is Over (Dan Perang pun Usai), karya Ismail Marahimin
The Pilgrim (Ziarah), karya Iwan Simatupang
Sitti Nurbaya, karya Marah Rusli
Telegram, karya Putu Wijaya
Supernova, karya Dewi Lestari.

Kisah masing-masing novel dan kumpulan cerita pendek menyoroti bermacam-macam fenomena yang ada dalam kehidupan, mulai dari persoalan gender, krisis identitas akibat adanya pencampuran budaya timur dan barat, cinta, mimpi, ketakutan, sains, spiritual, politik, tradisi, hingga perjuangan di masa revolusi. [H-15]  
||www.suarapembaruan.com| Edisi Kamis, 19 Mei 2011 | 17:57

Post a Comment

0Comments

Ferry Arbania , Sahabat Indonesia

Post a Comment (0)