115 Hari Bersama Kekasih

FERRY ARBANIA
By -
0
115 Hari Bersama Kekasih
(Untuk Pemilik Antologi Puisi, Gemulai Tarian Naz)

Oleh: Ferry Arbania*
alt
Tak sabar membuka lembar demi lembar halaman buku antologi puisi Gemulai Tarian Naz, yang ditulis Rini Intama, penyair perempuan dari Tangerang ini memang cukup menyenangkan.

Pasalnya, dalam antologi yang terdiri dari 115 halaman ini sarat dengan tema-tema cinta, kehidupan, persahabatan dan religiusitas yang moderat dan tidak terikat mazhab cinta. Secara teratur saya buka satu persatu halaman buku ini hingga suatu malam saya loncati halamannya ke bagian 80 yang masuk ke sub KEPADA RINDU.

Dalam sub judul Bagian Rindu ini terdiri dari 9 puisi, yakni Sejarah Dari Abad Yang Terluka, Jejak Yang Menghilang, Sajak Maaf, Kekasih, Surat Pada Mei, Tentang Rindu Kotamu, Menunggu, Sajak Rindu Petikan Dawaimu dan Puisi Berjudul Sabar.

Dari 9 puisi yang terkumpul dalamm sub judul Kepada Rindu inilah saya benar-benar menemukan kehangatan sajak yang benar-benar mengancik rindu. Ada bongkahan kenangan yang tiba-tiba tertangkap kata sang penyair. Ada godaan dan rayuan pukau yang mengagungkan kehadiran sang KEKASIH.

Coba simak saja ungkapan rindu pemilik sajak Kepada Rindu, Rini Intama berikut ini;

Kekasih// kau datang dengan seikat bunga mawar putih/secarik kertas terakhirmu menerbangkan cerita mimpi/tentang seronce melati dihari pernikahan nanti/ seraya terus kita menembang puisi-puisi//

Ada obsesi lirik yang sebenarnya sudah lama terbangun dalam diri Aku dalanmn sajak ini. Bahkan saya menduga, obsesi besar tentang pernikahan sajak yang diyakini menjadi impian indah sang penyair, bagai mimpi sepasang pengantin tentang mahligai rumah tangga yang memukau bagai surga cinta yang diyakini sanggup memberi kehidupan batin yang damai, bahagia penuh cinta.

Namun sayang, pesan rindu ini tiba-tiba terkelupas bagai sentuhan angin yang menggugurkan cahaya bunga. Harapan pun tiba-tiba mengecil dan seolah benar-benar pudar saat kehadiran puisi di tanah air "tergeser' oleh kehadiran dunia infotainment yang memukau semisakl sinetron, lagu-lagu pop romantis dan kehadiran internet juga dengan fasilitas instans dan serba praktis dan mudah digunakan oleh siapapun.

Hal tersebut bisa dilihat dari banyaknya penduduk indonesia yang sudah banyak menggunakan fasilitas internet seperti layanan jejaring sosial facebook dewasa ini. bahkan dari kabar terbaru, Indonesia menduduki peringkat kedua dunia pengguna facebook .

Tidak hanya itu, kehadiran puisi seolah-olah sulit menembus ruang pasar terbuka. Banyak faktor, banyak kendala.Dianatar kendala itu adalah mahalnya biaya percetakan dan ketatnya selektifitas diruang penerbit rendahnya minat baca masyarakat kita terhadap karya sastra.

Kehidupan puisi yang menjulang dan dibanggakan sebagai zoan elit itu lambat laun mejadi makanan ringan yang kadang tak begitu dimanjakan komunitasnya. Dunia penyair, kadang mirip dengan pacuan kuda yang cenderung lurus kedepan dan enggan menoleh samping saat hasil citraannya terlahir menjadi puisi.

Dengan gaya hidup penyair yang terkesan beda dengan manusia seni lainnya, membuat masyaarakat awam beranggapan urusan puisi hanya untuk orang-orang tertentu saja dan tidak layak untuk dibaca oleh orang kebanyakan karena perlu penafsiran dan apresiasi yang menurut sebagian mereka sangat ribet. Apalagi dari kalangan kritikus sastra sendiri menyakini, penafsiran paling tepat dan pas sebuah puisi itu hanya bisa dilakukan oleh penulis puisi itu sendiri.

Berbagai pertimbangan dan analisa sederhana inilah, membuat penulis semakin yakin, bahwa keperawan ide dan niat yang tumbuh dan terpelihara dalam diri Rini Intama inilah yang kemudian melahirkan sajak-sajak cinta yang renyah dan tidak ribet. Sederhana tapi tidak sepele.

Obesesi itu kemudian dibuktikan dalam proses kreatifnya didunia maya. Tanpa henti Rini Intama menulis dan terus menulis. Dan ternyata, kebiasaannya menulis tidak hanya didunia maya. Dia, bahkan semakin produktif melahirkan buku antologi puisi terbarunya.

Dan pastinya kita pun jadi sepakat, bahwa anggapan puisi hanya untuk penyair dan komunitas itu tidak benar. Karena...................

....../itu cerita kemarin..../ saat rembulan luruh dalam asap kelabu//

Dan Rini Intama juga berkeyakinan, bahwa penulis puisi yang bertebaran di dunia maya saat ini adalah sahabat-sahabat setianya, bahkan mungkin bagai kekasih dalam jiwanya yang paling dalam. Meski....................

//hari ini.................../ nafasku menyesak dekat pusaramu..////

Sumenep, 7 Juni 2011: Catatan Kecil Tanpa Edit

November 2010 halaman 80

*) Penulis adalah Jurnalist Lepas dan Announcer Radio Nada FM Sumenep, Penggiat Sastra Sanggar Kopi Madura. Tinggal di Sumenep, Madura.
webblog: http://ferryarbania.blogspot.comAkun Facebook:http://www.facebook.com/Ferry.Arbania
Penulis : Ferry Arbania
Email : ferry.arbania@gmail.com 
Sumber: http://beritajatim.com/citizenjurnalism.php?newsid=1056

Post a Comment

0Comments

Ferry Arbania , Sahabat Indonesia

Post a Comment (0)