Ko-Dependensi…?? Never be…!!!

FERRY ARBANIA
By -
0
by: Ferry Arbania
Tertarik membaca sebuah artikel di sebuah koran nasional beberapa bulan lalu yang ditulis oleh seorang psikolog, Kristi Poerwandari.  Mengapa tiba-tiba ingin menampilkannya sekarang..karena kebetulan saya melihat sebuah kasus yang hampir serupa dengan bahasan artikel itu.  Bahasannya adalah tentang Ko-Dependensi.  Dilihat dari katanya ‘ko-dependensi’ mungkin langsung akan kita artikan sebagai ‘keterantungan’.  Istilah ‘Ko-Dependensi’ itu sendiri  muncul pada tahun 1979 di Negara Barat ketika praktisi kesehatan mental melihat adanya individu-individu yang hidupnya menjadi ‘tak terkendali’ dan ‘tidak sehat’ karena mengembangkan pola penyesuaian diri tertentu sebagai akibat kelekatan emosionalnya pada pecandu obat-obatan dan alcohol.
Dalam perkembangannya istilah tersebut kemudian dipakai untuk menjelaskan sebuah kasus yang menimpa individu-individu yang rela melakukan ‘penyesuaian diri’ yang sangat ‘luar biasa’ (jadi ‘tidak sehat’)akibat perasaannya yang merasa terikat secara emosional terhadap seseorang yang bahkan tidak atau tidak mampu atau menolak bertanggung jawab pada dirinya sendiri.  Seseorang tersebut bisa mengalami ketergantungan napza, alkoholik, judi atau pasangan yang tidak pernah setia.
Dalam hal ini, saya melihat sebuah kasus tersebut terjadi pada orang yang tidak jauh dari kehidupan saya.  Bagaimana seorang perempuan cantik, masih muda, dan memilki karir bagus tetap dengan setia menjadi kekasih seorang yang alkoholik.  Ada pula seorang suami, tampan, memiliki karir cukup bagus namun tetap setia menjadi pasangan dari istri yang jelas tidak mengurus rumah dan anak-anaknya   bahkan selingkuh.  Hmmm….hari gini..kok masih ada ya individu yang menjalani hidup demikian..?  Lalu sebenarnya, siapa yang dapat mengembangkan ko-dependensi ?  Siapapun bisa..! menurut psikolog, siapapun dapat mengembangakn ko-dependensi, apalagi ketika kita jatuh cinta, sangat terpukau dan kemudian mengidealisasikan pasangan.  Meski demikian, yang lebih rentan mengembangkan sikap ini adalah ia yang mungkin dibesarkan dalam keluarga atau lingkungan terdekat dimana orang tua tidak mampu memberikan rasa aman dan kasih sayang.  Salah satu karakteristik ko-dependensi adalah dorongan untuk ‘menjadi penyelamat’ atau ‘mengambil alih tanggungjawab’.
Nah…tidak ingin kan kita atau keluarga, teman, sahabat hidup menjadi orang yang ko-dependensi..?  Untuk keluar dari ko-dependensi tersebut, kita perlu menyakini beberapa point berikut :
1.    Untuk dapat mencintai orang lain secara sehat, kita wajib mencintai dan mengurus diri sendiri dulu…!! Analoginya adalah peringatan di atas pesawat: ketika ada gangguan dan masker udara turun, tidak boleh memakaikan masker tersebut pada orang lain bahkan anak sendiri, pakai masker tersebut untuk diri kita sendiri terlebih dahulu karena bila tidak, semua pihak dapat terlanjur kehilangan oksigen.
2.    Menetapkan prinsip-prinsip dasar yang harus ada dan tidak boleh dilanggar ketika menjalin sebuah hubungan khusus.  Misalnya prinsip saling menghormati dan tanggung jawab yang setara.
3.    Yakini bahwa manusia dewasa akhirnya bertanggung jawab atas hidupnya sendiri.  Kita tidak perlu mengambil alih untuk bertanggung jawab atas kebahagiaan dan kesejahteraan hidupnya (pasangan).  Kita juga tidak perlu   terobsesi mengubahnya karena perubahan mendasar hanya dapat dilakukan atas kesadaran sendiri, bukan karena paksaan dari luar.
Jadi, walaupun cinta mati pada seseorang, akhirnya kita perlu menetapkan waktu yang jelas dan sikap yang tegas agar tidak menghancurkan diri sendiri dengan terjerat ko-dependensi.  Tentu tidak mudah, namun proses ‘pelepasan diri’dari ko-dependensi akan menjadi proses penemuan diri dalam dunia yang membentang luas.  Meski banyak kekacauan di dunia, masih ada orang-orang baik yang akan kita temui dan dengan mereka kita dapat menjalin hubungan saling menghormati…dan tentu dengan penuh cinta dan kasih sayang tulus……!!!!!!!!
sumber:http://ourlovenotes.com/ko-dependensi%E2%80%A6-never-be%E2%80%A6.html

Post a Comment

0Comments

Ferry Arbania , Sahabat Indonesia

Post a Comment (0)