Khutbah Bintang

FERRY ARBANIA
By -
0
by: Ferry Arbania

google search

Bermula dari rasa yang sebelumnya tak pernah kupikirkan, tiba-tiba kau datang menyelinap dibalik kelam sujudku. Menandai serpihan tangis yang memanjang  dilorong-lorong sepi. Kau begitu angkuh dan tajam menatap kekalahan ini. Hingga tak sadar, ku ucapkan kesal dan takjubku yang pelan-pelan jadi merdu, merayu.
Setiap kali aku pergi dengan sisa asa yang masih meredup ditingkap bianglala, kau tampak seperti bayangan waktu dan masa laluku.
Setiap kali aku bicara padamu dimalam sunyi tanpa bintang dan ombak tangisku, kaupun hadir menorehkan senyum yang entah apa maknanya.
Barangkali umurku sudah tak cukup buat mencumbui kesia-siaan. Seperti juga obsesiku meraih bintang-bintang. Tapii senyummu, ya senyummu makin nakal menggelitik jiwaku, sakitku pasti.
Entah berapa lama lagi mesti ku diamkan anak-anak panah itu menempel di dadaku. Ciut, resah dan hasrat mencabutnya sudah tak begitu beranpsu. Aku hanya ingin sepi ini segera berakhir. Dan cinta ini, ya cinta ini tak lagi membatu.
Saat ini kupercayakan hati pada lapuk do’a. Biarkan saja wajah angin menyembul dan terbit dalam geram malam-malamku. Lantaran tak sejedahpun kau bisa membuatku kembali bersama bintang itu. Tetapi, satu hal yang masih menyisakan tanya dalam kesendirian rinduku. Ada sebait puisi yang pernah kau tuangkan dalam kamar imajenasiku, yakni ketulusan.
Lama-lama aku seperti binatang hutan dalam permainan apimu. Daun-daun dan ketinggian pohon setia ini, tak lama lagi akan merunduk mencari akar mimpi. Setelah itu kau akan pulang dan kembali ke hutan tahayul. Melipat kamboja pada nisan kesndirian yang membara. Lalu kita sama-sama berbaring mencari celah angin dan sakwa sangka.
Andai saja hutan dan binatang milik rimbaku. Ingin kulepas penat ini pada rawa dan kawah gerimis yang masih biru.
Tuhan, masih lelap tidurku. Tolong aku dalam teriknya sadarku. Aku tahu telah memujamu dengan cinta. Tapi tidurku tak senyenyak burung gereja. Dzikirku perih dalam tasbih. Aku ingin kembali jika itu yang Kau mau. Aku ingin bertahan, jika kematian bukanlah yang terbaik. Lepaskanlah rasa takut dan kebencian rindu yang malu-malu ini. Berikan satu arti saja dalam meraih kebersamaan. Atau aku hanya binatang –binatang kecil yang mendambakan kebesaran bintang.
Sebenarnya siapa yang pantas kubilang sayang? Kaukah bintang, atau Tuhanku telah bimbang?
Pantai Slopeng, 8 Mei 2011

Post a Comment

0Comments

Ferry Arbania , Sahabat Indonesia

Post a Comment (0)