laut ini telah lama tak bergelombang, Ibu
hanya irama kasihmu yang mengalun lembut di nadiku
memancarkan kemilau cinta yang berbukit-bukit dilangit ketujuh
"Allah".
Aku merindukanmu, Ibu
sutera kasihmu senantiasa mengancik rinduku
pada bait-bait sepi yang tak mampu kuterjemahkan
kecuali dengan air mata do'a
sambil sesekali menuliskan aksara fatiha
dan yasin.
Kutahu Ibu tak pernah
mengharapkan sesuatu dari anakmu
yang papa ini,
kupahami Ibu tak kan pernah menadah sebentuk pemberian apapun.
Ibu hanya berharap
dan merekomendasikan aku dalam d0'a-do'a mu,
agar Tuhan senantiasa mengalungkan predikat sholeh kehambaanku.
Menjadi bekal ibadah yang berkepanjangan dan tak pernah henti mengalir.
Ibu hanya berharap
dan merekomendasikan aku dalam d0'a-do'a mu,
agar Tuhan senantiasa mengalungkan predikat sholeh kehambaanku.
Menjadi bekal ibadah yang berkepanjangan dan tak pernah henti mengalir.
"Hiasi kuburku dengan amal kebajikanmu nak
jangan tangisi sesuatu yang telah di-reward-kan Allah atasmu
jangan kecewakan amanah ini
kau pasti menjadi teladan"
"jangan pernah menanak sangsi di atas puing-puing kebimbangan
sebab keyakinanmu adalah senjata menuju surga
biarkan orang menyingkir dari jamaah modern yang sesat,
lantaran waktumu sudah tak panjang lagi".
Teruslah berjalan diatas keyakinanmu, Nak.
jangan lupa untuk menyirami rumahku dengan fatiha, ayat-ayat suci,
bacaan-bacaan pengampunan sehabis lima waktu.
aku tak benar-benar mati,
aku hanya istirahat disini,
menenangkan sensus penduduk yang tergesa-gesa ini.
Yakinlah Nak,
bahwa kita ini bukan siapa-siapa,
kau pasti kembali juga ke tanah, sama seperti aku yang terbaring dingin, meratap kenangan, sambil menatapmu dan anak cucuku yang lain.
"Jangan serakah Nak, kau tak kan pulang membawa secuilpun milikmu" . Kamar ini terlalu sempit dan pengap, tak ruang untuk menaruh bantal diatas kepala. Orang-orang sudah semakin sangar anakku, lihatlah keserakhan mereka dibalik gedung mewah yang gemerlap.
Tangan-tangan kekuasaan mereka sepertinya hendak menggali rumah kami yang tak berjendela. Mereka menyangka rumah ini dipenuhi lempengan emas dan berlian. Hingga sebagian kubur-kubur kami di singkirkan, disamaratakan dengan tanah dan ambisi mereka yang tak pernah selesai.
"Terimakasih Ibu telah mengingat anak-anakmu yang durjana ini"
Sumenep,13052010 disepertiga malam
Ferry Arbania , Sahabat Indonesia