Menyurusuri
sajak "bungkam" karya Rini Intama, sama halnya kita menyelami
raut malam yang senantiasa bercumbu dalam baris kemilau dan wewangian rasa yang
senantiasa mekar dikelopak jiwa. Semisal bait sajakanya ini:
malam itu ku cumbu wangi kulitmu sekilas
malam itu ku cumbu wangi kulitmu sekilas
gugup
menelungkup mengecup naluri liarku
menyuguh rikuh langitku.................
menyuguh rikuh langitku.................
Ada
rona merah yang menyemerbak dalam perjalanan hati sang penulis. Ia senantiasa
mengisahkan sesuatu yang kadang hanya menjadi bayang-bayang dan hal itu membuat
perjalan puisi "bungkam" sepertinya telah:
mengukuh cemas ketergesaan
menyamar warna ronaku memerah......
mengukuh cemas ketergesaan
menyamar warna ronaku memerah......
<<<<<<<<<<<00000>>>>>>>>>
Bungkam
poem by: Rini Intama
malam itu ku cumbu wangi kulitmu sekilas
gugup menelungkup mengecup naluri liarku
menyuguh rikuh langitku
mengukuh cemas ketergesaan
menyamar warna ronaku memerah
bungkam nafas hangatmu menusuk
setajam runcing ujung pisau
mendekati pori pori kulitku
yang menggores putih
bungkam desir suara ketakutan
yang tak ingin beranjak
sedang ribuan waktu mengenyah
dalam penantian yang terbelah
bungkam derai pucuk alang alang tumbuh
menutupi batang pematang yang melintas
seperti ketika kecil memaksa
ingin rebah didada ibu
bungkam samar suara rindu menggelincir
aliri pembuluh nadi
seperti ketika memaksa
ingin berlari kearahmu
9 Mei 2010
Ferry Arbania , Sahabat Indonesia