by: Ferry Arbania
Saya dilahrikan sebagai laki-laki dari laki-laki yang bukan kiyai dengan
ribuan santri. Dirumah juga tidak ada anak-anak yang mengaji
melantunkan ayat-ayat suci al-Qur'an. Pagi hari, siang dan sore
sekalipun, tak ada halaman dan ruangan khusus untuk anak sekolah menimba
ilmu disebuah madrasah. Saya hanya laki-laki yang lahir dari pria desa
sederhana yang juga dilengkapi dengan kesederhanaan. "Lantas apa yang
bisa kau banggakan?" Tanya bapakku seusai shalat maghrib.
Saya tidak menjawab pertanyaan itu. Karena saya yakin bokapku hanya
menguji emosiku. Kelelakian yang kadang dibanggakan banyak kalangan.
Saya sadar, hiudup ini adalah perjuangan. Dan wawasan keilmuan itu bukan
karena kita dilahirkan dari keturunan profesor dan pejabat. Tidak juga
karena anak dari seorang kiyai. "Ilmu dan wawasan itu nak, hanya bisa
diperoleh dengan bitta'allum" Imbuh bapakku pelan. Aku mengangguk meski
kurang mengerti. Sepertinya beliau bisa membaca raut wajahku yang rada
kebingungan. "Artinya, ilmu Allah itu hanya bisa kita peroleh dengan
belajar. Bukan karena keturunan". Cerpen kehidupan..bersambung Ferry
Arbania
Post a Comment
0Comments
3/related/default
Ferry Arbania , Sahabat Indonesia