Mirabai di Pantai Slopeng

FERRY ARBANIA
By -
0
Di suatu minggu di Panai Slopeng, saya dan sejumlah teman  perempuan berjalan kaki, setelah sebelumnya memarkir mobildan meniipnya pada peugas setempat. Secara tak sengaja pandangan mataku nyangkut disehelai kertas yang menempel diranting cemara udang. Ku raih dan kubaca isinya....ternyata ada MIrabai menyalamiku dalam kisahnya yang ditulis harian umum kompas......Apakah Anda juga mengenalnya..?? inilah Mirabai yang ditulis Kompas waktu itu..............(Ferry Arbania)

Mirabai, 
Ia terlahir sebagai putri tunggal sebuah keluarga bangsawan Rajput di Wilayah Rajashtan,India Utara,di sekitar peralihan abad ke-15 dan 16.Di masa kanak ia pernah mendapat hadiah dari seorang guru kelana sebuah patung kecil Sri krishna,yang sejak itu konon tak pernah lepas dari sisinya.Di kemudian hari ia termasyhur sebagai penyair pengembara yang merayakan ektase dan pemujaan kepada Sang Kekasih yang tak tepermanai cintanya.

Riwayat Mirabai adalah kisah seorang manusia yang terseret adat dan sejarah,tetapi kemudian menghanyutkan (dan melepaskan) diri ke arus yang lebih murni dan tersembunyi:perayaan cinta spritual.Mahatma Gandhi pernah menyebut Mirabai sebagai simbol seorang perempuan yang memilih jalannya sendiri,meninggalkan hidup mewah,dan dengan cara damai menemukan pembebasan.
Syahdan,ketika beranjak dewas,ia di nikahkan dengan PangeranBhoja Raj,anak penguasa kerajaan Mewar yang berpusat di Chittor.Mirabai hidup di istana yang tak membahagiakannya.Disana ia mesti menyembah Durga,Dewi pujaan Sang mertua.Ia menolak,dan melanjutkan pemujaan kepada Sri Krisna titisan Vishnu,menari dan menyanyikan persembahannya bersama bersama para bhakt,pemuja yang berasal dari pelbagai kasta.Tiga tahun setelah pernikahan,suaminya meninggalkan dunia tanpa meninggalkan seorang anak.Mirabai yang dalam sebuah mimpinya pernah mendapati dirinya berada di pelaminanbersama SriKrishna,menolak melakukan sati (melompat membakar dir ke dalam kobaran api kremasi suaminya).Ia hendak mengabdikan seluruh hidupnya kepada Sri Krishna.
Tetapi dimasa itu pulatengah terjadi guncangan hebat di negeri Rajashtan.Pasukan Mughal menyerbu dari Afganistan.Berkecamuklah perang.Mirabai ayah dan mertuanya---mereka gugur di medan pertempuran.Takhta Mewar kosong.Denagan segera seorang penguasa baru ditabalkan:seorang bocah yang duduk di singgasana di bawah bayang-bayang ibunya.Mirabai semakin tak kerasan tinggal di istana,dan kian sering memberontak dan melanggar aturan istana.Ada cerita bahwa bebrapa kali kalangan tinggi kerajaanberusaha membunhnya,antara lain dengan mencampurkan racun ke dalam minumannya.Ia meneguk minuman beracun itu,dan ternyatatak mati.Akhirnya ia pun pergi mengembara hingga penghujung hayatnya.
Puisi Mirabai,yang aslinya di gubah dan dinyanyikan dalam bahasa Gujarati,sepenuhnya merasakan luapan cinta,pemujaan dan pengabdian (bhakti) kepada Sri Krisna,yang kerap ia panggil “Ghiridara” (sang pemegang/pengangkat gunung)dengan wajah ‘berwarna senja”.brebeda dengan tradisi puisi sansakerta klasik yang rumit dan sarat aturan persajakan,tradisi puisi bhakti-yang berada “zaman pertengahan” dalam khazanah satra India_lazim ditulis dalam ungkapan-ungkapan yang tanpak sederhana dan biasa. Sebab ia hadir dan menjadi nyanyi puja orang kebayakan juga.

Namun sebagaimana misalnya puisi mistis kaum sufi,sajak-sajak Mirabai kerap menyimpan kelembutan maupun gejolak ekspresi yang mengejutkan diantara larik-larik yang menjalin citraan erotis dengan saranan murni rohan.Demikianlah,sejumlah penyair moder seperti,Robert Bly dan Adriene Rich,pun terpesona dan tergerak menerjemahkan lirikMirabai kedalam bahasa inggris.Tak heran,sebab mereka telah bertemu dengan larik-larik seperti ini: Hari ini,biarkan mendung meremah/Tuanya Mira kembali di rumah/Bahkan kabut terlembut memasuki tong-tong kering/Perjalanan panjang,dan kini pertemuanku dengan cinta/Takut sirna,raib sirna,tuarang sirna/Ia telah kembali/…/kawanan ternak pun datang minum dari air bah ini.


Di ketik dari koran hrian umum Kompas
Minggu, 27 Agustus 2006

Post a Comment

0Comments

Ferry Arbania , Sahabat Indonesia

Post a Comment (0)