(Oleh Chandra HN) Panggung di Tanah Air kini marak dengan ulah para koruptor, baik kalangan birokrat, praktisi hukum, politikus, kalangan swasta, hingga anggota legislatif yang menggunakan berbagai upaya, cara dan jaringan agar selamat dari jerat hukum, walau ia telah mengerogoti alias menilep uang rakyat.

Rekening gemuk perwira tinggi Polri, contohnya, belum ada keberanian para penegak hukum hingga petinggi negeri ini yang berani otak-atik, bukti jaringan bertemanan atau korps sangat solid atau yang lebih besar lagi kongkalingkong dana talangan Bank Century, walau putusan politik dari dewan sudah keluar, "ya wes-ewes-ewes... bablas angine".

Bagi yang kena tebasan pendekar hukum KPK, keluarlah penyakitnya, lupa atau sakit. Bahkan sampai ada yang mengklaim lupa permanen. Kasus Nunun Nurbaity dalam hal suap kepada anggota Dewan dalam pemilihan Deputy Guberbnur Senior Bank Indonesia yang dimenangkan Miranda Gultom. Lha...berarti nggak ingat sama sekali.

Para penjahat krah putih memang lihai, Djoko Tjandra, kabur ke Papua Nugini, sehari sebelum surat pencekalan dikeluarkan. Begitu juga mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, M Nazaruddin, kebur ke "Negeri Surga' Koruptor, Singapura, sehari sebelum dicekal.

Bedanya, Djoko Tjandra menghilang entah ke mana. Tak ada orang dari lembaga penegak hukum yang berupaya mengejarnya. Sementara Nazaruddin yang merasa dikorbankan, dari "seberang sana" cuap-cuap untuk mengobrak-abrik kelakuan para politikus (khususnya Partai Demokrat), birokrat, hingga oknum KPK.

Seperti biasanya, hujan bantahan dari mereka yang dituduh Nazaruddin berjatuhan, bahkan sampai melaporkan balik pencemaran nama baik. Padahal, MA sudah mengeluarkan keputusan kasus atau masalah pokok diselesaikan dahulu, baru masalah laporan pencemaran nama baik menyusul.

Eh, para pendekar hukum juga ketularan syahwat memperkaya diri sehingga tidak hanya jaksa atau polisi, hakim juga doyan suap, hingga tertangkap tangan oleh KPK.

Panggung lainnya terkait suap dan korupsi, pemalsuan keputusan MK (Mahkamah Konstitusi), eh penyakit lupa menjalar kepada pelaku yang diduga terlibat, berupaya terus "ngeles" dengan berkata "jantan" seolah nggak bersalah, "Saya siap dikonprontasi".

Bagi yang jadi "sakit" ditunjukan oleh jaksa Cyrus Sinaga, sang jaksa yang "gagah" perkasa saat menuntut "skenario" penghukuman terhadap bekas rekan sejawatnya yang menjadi Ketua KPK, Antasari Ashar, yang dijadikan aktor utama pembunuhan dengan vonis sangat berat (mengajukan PK), eh mendadak sakit tatkala berbalik hukum menjeratnya.

Dalam kasus Gayus Tambunan-lah, Cyrus kena batunya. Sang Jaksa langsung kumat sakit, terlihat kurus dan wajahnya sayu, hilang-lah raut dan tindakan perkasa yang selama ini ia tunjukan terhadap para pesakitan di forum pengadilan.

Andai ada "dokter" spesialis atau dukun/paranormal yang mampu menyembuhkan dan membuat ingat para pemakan uang rakyat tersebut, mungkin ceritanya akan lain. Para pemakan uang rakyat tersebut akan sehat dan ingat atas perbuatannya, sehingga berani menghadapi kasusnya dengan jantan.

Rakyat hanya bisa mengelus dada melihat ulah para koruptor dan bajingan kelas kakap itu. Di bulan yang penuh berkah dan ampunan ini kita hanya bisa berharap, dalam Ramadhan ini dibukakan pintu hati mereka sehingga menyadari dan bertobat bahwa anak, istri, dan keluarga mereka makan uang haram, makan hak serta membuat menderita Ibu Pertiwi.

(chandra_antara@yahoo.co.id)

Sumber: www.antarajatim.com