Wartawan: Antara Pencari Fakta Dan Sekedar Pencari Kesalahan Orang Lain

FERRY ARBANIA
By -
0

Wartawan:  Antara Pencari Fakta Dan Sekedar Pencari Kesalahan Orang Lain
Ferry Arbania*

Akhir-akhir ini sejumlah wartawan di Sumenep mengeluh, karena image mereka di sebagian masyarakat sangat jelek kalau tidak mau dibilang kotor.
Kondisi itu diperparah dengan banyaknya oknum wartawan dan LSM di Madura, yang diamankan aparat kepolisian, karena kepergok melakukan tindakan pemerasan terhadap sumber berita, yang mestinya diburu untuk sekedar mengorek keterangannya. Bukan dimanfaatkan kelemahan dan khilaf  yang kadung dikerjakan.
Kekhawatiran sejumlah wartawan professional semacam ini memang sangat mudah ditemukan. Apalagi di Kabupaten Sumenep, jumlah wartawan sudah mencapai ratusan orang, dari berbagai media Daerah dan Nasional. Mulai dari tabloid mingguan, Korang Tengah bulanan, hingga Koran harian dan media online yang semakin menjamur. Sungguh jumlah yang sangat fantastic, jika semuanya berjalan dengan kode etik yang benar.
Keresahan demi keresahan para kuli pencari fakta ini bukan sekedar issu atau rumus besar dalam penulisan sebuah artikel dan berita majalah. Kecemasan ini (wartawan) semakin tak terbendung, manakala insane pers yang masih berpegang teguh pada kode etik jurnalistik semakin terpinggirkan. Dari saking banyaknya wartawan, seolah-olah sulit dibedakan, antara wartawan beneran dengan wartawan siluman tanpa surat kabar dan berita.
Sungguh ironis, kondisi ini seolah-olah tidak ada yang berani “menegor”. Atau paling tidak, menghentikan aksi mereka secara nyata. Karena pada dasarnya, Dunia Wartawan juga menginginkan intitusi mereka bersih dari  hal-hal yang kotor, korup dan senantiasa memanfaatkan profesi yang digeluti untuk dijadikan, sekedar menakut-nakuti nara sumber. Memeras pejabat yang bermasalah,setelah itu persoalan selesai dan uang ditangan. Kalau ini dibiarkan, berita media akan hanya jadi batu loncatan, sekedar macan kertas yang sebetulnya tidak perlu ditakutkan.
Menelusuri dunia Jurnalistik kewartawanan, mungkin sama halnya dengan mengikuti jejak para intelijen kepolisian dalam “menggerayangi” jejak kasus yang tertutup. Begitu juga wartawan, telinganya akan selalu mendengar dan mencari tau apa yang didengarnya itu, untuk dirasakan seberapa penting untuk diketahui. Jika saja hatinya yakin, nalar dan pikirnya berkembang, dia akan menulis sesuai mesin otak yang bekerja keras. Apalagi ada istilah popular dikalanga Jurnalis, bahwa wartawan yang hebat itu selalu menulis berita sesuai dengan apa yang ada dipikirannya. Bukan sama sekali dari apa yang mereka saksikan dengan mata telanjang tanpa busana subtansial yang berarti.
Bagaiman cara mengungkap wartawan gadungan yang mirip siluman?
Pertanyaan ini mungkin terlalu ekstrim dan tentunya sangat tidak menyenangkan bagi kalangan wartawan tertentu. Terutama yang dalam hati dan pikirannya adalah pengkondisian dan menghasilkan uang tanpa harus menulis berita. Mohon maaf karena sengaja menelanjangi ketidak nyamanan sesama profesi. Tetapi kepahitan kata yang harus kita reguk ini, memang tidak semata-mata keluar dari rasa tidak suka atas penyalah gunaan profesi. Lebih dari itu, tulisan ini akan menjadi penyadar diri sendiri. Hingga kedepan, kehadiran wartawan di Sumenep khususnya dan Indonesia secara umum, tidak lagi berpredikat “Wartawan Selalu Mencari Kesalahan Orang Lain”.
*) Wartawan dan Reporter Radio Nada FM Sumenep. Lahir dan Tinggal di Sumenep. Alumnus Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-guluk. Ferry Arbania bernama asli Fathol Bari ini juga aktif sebagai penyiar radio dan penggiat Sastra/Puisi.

Post a Comment

0Comments

Ferry Arbania , Sahabat Indonesia

Post a Comment (0)